Laman

Senin, 26 Februari 2018

Apa Kabar Ustadz? (repost)


APA KABAR USTADZ?

Seorang bapak setengah tua memasuki warung. Dia berjaket hitam dan mengenakan kopiah putih. Pemilik warung bertanya, “Makan pak haji?”

Saya mempunyai seorang teman. Unik, begitu ungkapan untuknya. Semua teman-teman kantor, yang laki-laki dipanggil ustadz dan yang wanita dipanggil ustadzah. Semuanya dipanggil demikian. Gak peduli apakah diantara kita sering ceramah atau bahkan mungkin tidak pernah ceramah. Namun semuanya dipanggil demikian.

Bapak di atas belum tentu sudah naik haji. Tidak tahu juga, pemilik warung bermaksud meledek atau bukan. Tapi panggilan seperti itu bisa diartikan doa, bila bapak tua itu belum naik haji.

Demikian pula dengan yang dilakukan teman di atas. Semua orang dipanggil dengan panggilan ustadz atau ustadzah. Semua orang didoakan agar menjadi ustadz atau ustadzah.

Panggilan pak haji, ustadz atau ustadzah merupakan pilihan panggilan yang tidak buruk. Lebih baik dan bermakna ketimbang memanggil orang dengan panggilan-panggilan yang buruk.

Allah swt berfirman
Jangan pula kalian saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Siapa saja yang yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang yang zalim (QS al-Hujurat [49]: 11).

Sabab Nuzûl
Ahmad menuturkan riwayat dari Abu Jabirah bin adh-Dhahak yang berkata: Nabi saw. datang kepada kami. Ketika itu tidak ada seorang laki-laki pun di antara kami kecuali memiliki satu atau dua laqab (julukan). Ketika beliau memanggil dengan salah satu laqab-nya, kami berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia tidak suka dengan (panggilan) itu.” Lalu turunlah ayat ini. Riwayat senada juga disampaikan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Tirmidzi.

Allah Swt. berfirman: Walâ tanâbazû bi al-alqâb (Janganlah kalian saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk). Al-Baghawi menyatakan, an-nabz dan al-laqab memiliki satu makna, yakni panggilan seseorang bukan dengan nama yang sebenarnya. Dengan kata lain, keduanya bermakna gelar atau julukan. Meski demikian, kata nabz khusus digunakan untuk gelar atau julukan yang buruk atau yang tidak disukai. Ayat ini melarang kaum Muslim saling memanggil dengan julukan yang buruk atau yang tidak disukai oleh orang yang dipanggil. Bahkan Imam al-Nawawi menyatakan bahwa para ulama sepakat tentang haramnya memanggil orang dengan panggilan yang tidak disukai, baik karena sifatnya, ayahnya, ibunya, atau yang lain.

Menurut sebagian ulama, laqab yang dilarang itu adalah yang tidak disukai atau merupakan celaan. Namun, jika laqab itu sudah menjadi nama person, seperti al-A’masy (yang kabur penglihatannya) atau al-A’raj (yang pincang), serta tidak menyakiti orang yang dipanggil, maka itu dibolehkan. Jika laqab itu mengandung pujian, benar, dan jujur maka tidak masalah. Rasulullah saw. juga menggelari Abu Bakar ra. dengan ash-shiddiq, Umar bin al-Khaththab dengan al-fâruq, Khalid bin al-Walid diberi gelar sayful-Llâh, Utsman bin Affan dengan dzû an-nûrayni (pemilik dua cahaya), dan sebagainya.

Selain panggilan, nama juga merupakan doa. Rasulullah bersabda, ““Sesungguhnya nama yang paling disukai Alloh adalah Abdullah dan Abdurrohman.” (HR. Muslim, Abu Dawud).”

Dengan memberi nama anak dengan nama Abdullah, semoga dengan nama itu anak kita menjadi Abdullah atau hamba Allah yang taat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar