Laman

Minggu, 26 Oktober 2014

Terima Kasih Pak Salis

Jika diperhatikan, pak Salis hampir selalu terpejam matanya, ketika ada khatib berceramah. Matanya terpejam bukan karena dia tidur. Dia sedang menyimak. Sebab beda mata yang terpejam karena tidur dengan menyimak.
 
Saya tidak mengerti mengapa seperti itu. Tapi dugaan saya, pak Salis ingin berkonsentrasi dan focus menangkap uraian dari pak khatib. Saya pikir bagus juga sikap pak Salis ini. Setiap orang mempunyai cara sendiri untuk berkonsentrasi. Apa sewaktu kuliah, pak Salis juga bersikap ini hingga dia memperoleh gelar insyinyur-nya? Wallahu’alam.
 
Saya sempat terpikir juga, apakah mungkin pak Salis itu sedang mengamalkan hadits, “Jangan lihat orangnya, tapi lihatlah apa yang diucapkannya.” Apakah karena ini? Jika benar, ini luar biasa. Supaya tidak tertipu dengan penampilan, pak Salis menutup matanya. Sehingga dengan demikian dia memperoleh hikmah yang disampaikan sang khatib.
 
Orang terkadang masih melihat siapa yang berbicara. Jika orang terkenal, baru diperhatikan ucapannya. Bila anak kecil, anak bau kencur atau anak kemarin yang bicara, ucapannya dianggap angin lalu.
 
Memejamkan mata ketika khatib sedang menyampaikan ceramahnya, mungkin satu cara yang baik. Setidaknya membantu untuk konsentrasi dan mencegah timbulnya rasa sombong tidak menghargai orang yang menyampaikan ceramah.

Nikmatnya Air Minum

              
 
              
              Di bulan Ramadhan ini, banyak sekali rasanya kaum muslimin yang bersyukur. Perhatikan saja sikap dan ucapan mereka di saat berbuka.
        “Alhamdulillah, sekian jam berpuasa, akhirnya kembali merasakan segarnya air minum.”
        “Wiii, nikmatnya minum...”
        “Kalau berpuasa itu memang yang gak nahan itu haus. Tapi begitu berbuka, betapa nikmatnya minum.”
        Ya minum, air minum, memang suatu hal yang vital dalam kehidupan manusia. Kita baru merasakan bahwa air itu merupakan suatu hal yang vital, salah satunya di saat sedang berpuasa. Kita amat bersyukur ketika kembali dapat merasakan air di saat berbuka.  
        Berbicara tentang air, sebenarnya Allah telah mengisyaratkan agar kita mau merenung, selanjutnya bersyukur atas karunia air yang Allah berikan kepada kita. Allah berfirman, “Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kalian minum. Kaliankah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?” QS Al-Waqi’ah(56:68-69)
        Memperhatikan air minum akan mengantarkan kita pada Allah. Kita tidak ada apa-apanya di hadapan Allah. Sekali lagi, air minum bisa menjadi media untuk menyadarkan kita agar selalu bersyukur.
        Suatu ketika Ibnus Samak bertemu dengan khalifah Harun Ar-Rasyid. Khalifah berkata padanya, “Berilah nasihat pada saya.” Pada saat itu, di tangan khalifah terdapat segelas air. Ibnu As-Samak berkata, “Wahai Amirul Mu’minin! Jika minuman itu tidak ada padamu, apakah engkau bersedia menebusnya dengan semua harta milikmu?” Khalifah menjawab, “Ya benar.” Ibnu As-Samak kembali bertanya, “Wahai Amirul Mu’min! Jika engkau telah minum air ini, namun engkau dilarang untuk keluar (untuk buang air), apakah engkau bersedia menebusnya dengan semua harta milikmu?” Khalifah Harun Ar-Rasyid menjawab, “Ya saya bersedia.” Ibnu As-Samak berkata padanya, “Harta itu tidak ada nilainya sama sekali. Dia tidak sebanding dengan air minum dan buang air.” (Al-Mustathraf/ juz 2/293)
 

Jakarta Yang Immortal

 
 
Empat abad lebih usiamu Jakarta. Kalau diumpamakan dengan orang, mungkin teman-teman mainmu, teman sekolahmu sudah bersatu dengan tanah. Tidak lagi bisa bicara, tidak bisa lagi bertanya.
 
Tapi engkau masih bisa bicara. Masih bisa bertanya. Karena engkau layaknya seorang jagoan. Engkau tidak ubahnya dengan Duncan Macleod si Highlander. Duncan Macleod hidup hingga berabad-abad. Dia melewati berbagai rentang sejarah. Berbagai peperangan dia ikuti. Mulai hidup di zaman kuno hingga masa melenium.
 
Bermacam pertarungan dia hadapi. Jika masih ingin bertahan hidup, dia harus memenggal lawannya yang juga immortal. Tetapi tidak semua immortal menjadi musuhnya. Karena ada saja immortal yang mau menjadi teman Duncan. Dengan temannya ini, Duncan bertanya tentang berbagai hal terkait dengan masa lalu. Terkadang dia juga bercerita berbagai hal yang diketahui dari masa lalu.
 
Engkaupun demikian. Hidup dari masa ke masa. Berbagai macam tawuran dan keributan mewarnai dirimu. Dari harga krupuk yang masih recehan hingga menjadi lebih mahal. Masa kelangkaan minyak tanah dulu engkau pernah rasakan. Orang-orang mengantri untuk mendapatkannya. Hingga engkau merasakan masa kelangkaan BBM dari sisi yang berbeda.
 
Engkau pun harus bertarung dengan wargamu sendiri. Engkau bawa banjir sebagai peringatan bagi mereka yang masih buang sampah sembarangan. Engkau tendang para pengusaha penebang liar dengan banjir yang menjadi langganan. Pendek kata semua orang yang tidak mau merubah sikapnya akan engkau serang dengan tendangan dan pukulan banjir, termasuk terhadap pengambil keputusan yang memberi izin didirikannya bangunan di daerah resapan air.
 
Tapi bila telinga mereka pekak, hati mereka membatu, rasakan sendiri akibatnya. Sedangkan pada mereka yang mau merubah sikap. Mau membuang sampah pada tempatnya. Menghentikan penebangan liar dan mau membuka lahan-lahan baru sebagai daerah resapan air serta menanam berbagai pepohonan. Pada mereka, engkau bisa bercerita tentang masa lalu. Tentang kelebihan para gubernur di masa lalu. Engkau bisa mengeluh pada mereka, “Mengapa hal baik yang dulu dilakukan para gubernur tidak kembali dilaksanakan?”
 
Engkau bisa juga meminta komitmen wargamu. Meminta mereka agar tidak mandi, mencuci pakaian, bahan makanan dan peralatan makan serta buang air di bantaran kali. Engkau bisa minta pada gubernur untuk membangun MCK-MCK baru. Engkau bisa minta para hakim untuk menghukum para penebang liar dengan denda yang besar. Sebagai ganti kerja pengrusakkan mereka selama ini. Engkau bisa meyakinkan para hakim, “Bayangkan berapa banyak kerugian yang timbul dari banjir akibat ulah penebang liar. Bukan hanya harta yang hilang, nyawa pun melayang. Uang denda tidak seberapa bila dibanding dengan kerugian selama ini.” Uang denda itu dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, salah satunya pembangunan MCK. Atau kalau memang memungkinkan, mengapa tidak tiap rumah saja dibangunkan kamar mandi dan WC.
 
Engkau bisa berdiskusi dengan gubernur Jakarta dan gubernur-gubernur lainnya. Engkau bisa sarankan kepada gubernur-gubernur daerah lain untuk lebih banyak membuka lapangan pekerjaan. Sehingga banyak warganya tidak perlu lagi terus berdatangan ke ibu kota  untuk mencari pekerjaan. Karena kalau semua warga daerah berdatangan ke Jakarta, masalah macet sulit untuk diatasi. Engkau bisa mengajukan argumen, “Coba saja bila di hari raya, bukankah kota Jakarta lengang, bebas dari macet. Ini artinya banyak sekali warga daerah yang datang ke Jakarta.”
 
Engkau perlu minta partisipasi warga untuk mengatasi banjir, lingkungan hidup dan kemacetan. Engkau katakan walau dirimu immortal, sudah berusia berabad-abad. Tapi bukan tidak mungkin engkau tewas dalam pertarungan, sebagaimana Duncan Macleod dapat tewas bila kepalanya dipenggal.
 

Sabtu, 25 Oktober 2014

Negara Butuh Mental Super Hero



Saya yakin teman-teman kenal dengan Spiderman yang ketika tidak bertopeng bernama Peter Parker. Juga tahu dengan Superman yang ketika berkaca mata dan tidak bersayap bernama Clark Kent. Sedangkan Bruce Wayne merupakan nama asli dari Batman.
 
Mengapa mereka ingin menyembunyikan identitas aslinya?  Kalau semua orang tahu bahwa Peter Parker adalah Spiderman, Clark Kent adalah Superman dan Bruce Wayne adalah Batman, apa yang terjadi?
 
Mungkin anak-anak kecil akan minta tolong Spiderman untuk mengambil layangan yang tersangkut di loteng rumah. Mungkin pula para konglomerat akan menjadikan Superman sebagai jasa angkutan udara pengganti pesawat.
 
Kenapa kemungkinan ini terjadi? Ya karena Spiderman mudah dicari. Superman sudah diketahui tinggal di RT dan RW berapa.
 
Kemungkinan selanjutnya para penjahat akan mudah melancarkan serangan, rencana jahat terhadap para super hero yang identitas aslinya sudah diketahui. Kalau ini terjadi berbahaya khan?
 
Terlepas dari segala kemungkinan ini, ada satu yang mungkin dapat kita petik pelajaran darinya. Para super hero tidak ingin terkenal. Mereka tidak ingin menepuk dada. Biarlah masyarakat tahu bahwa yang telah menolong mereka adalah Spiderman bukan Peter Parker.
 
Mereka tidak ingin menonjolkan diri sebagai orang yang patut mendapatkan bintang jasa. Biarkan Batman yang memperoleh penghargaan negara. Sementara Bruce Wayne hanya dikenal sebagai seorang pengusaha semata
 

Orang Awam Bertanya



Sebagai orang awam, mungkin akan pusing melihat kondisi yang ada. Namanya orang awam, pengetahuan dan wawasannya terbatas. Perhitungan dan pandangannya tidak jauh ke depan. Karena pandangannya terbatas pada yang ada di depan mata. Itulah saya.

Pagi ini (25/10-2014), televisi menayangkan berita tentang kekeringan di berbagai desa di Bojonegoro, kekeringan di beberapa kecamatan di Sulawesi Selatan dan juga di Karawang. Musim kemarau yang berkepanjangan ini pun menyebabkan banyaknya titik api yang ada di sepanjang pulau Sumatera.

Saya baru tahu, ternyata para pengungsi korban letusan gunung Sinabung sudah setahun berada di tenda pengungsian.

Sebuah kejadian tragis telah terjadi (saya lupa di daerah mana). Sebuah mini bus terseret kereta api hingga 15 meter. 4 guru yang ada di dalam mini bus itu tewas dan 3 orang lainnya dalam masa kritis. Hal ini terjadi karena di perlintasan kereta tidak ada pintu pembatas.

Sementara itu, kabinet presiden Jokowi akan diumumkan pada hari Senin, mungkin tanggal 27 Oktober.

Selama masa transisi, peralihan ini, siapakah yang bertanggung jawab terhadap kondisi di atas? Apakah pejabat atau menteri-menteri terdahulu di kabinet presiden SBY masih bertugas, selama kabinet presiden Jokowi belum terbentuk? Atau sudah menjadi tanggung jawab kabinet baru?

Semoga...



Bukan bermaksud merendahkan orang lain. Karena merendahkan orang lain merupakan salah satu perbuatan yang amat dibenci Allah swt. Bahkan menyebabkan kesengsaraan di akhirat kelak.

Sekali lagi bukan bermaksud merendahkan. Sebut saja pak X. Dia seringkali menjadi imam shalat 5 waktu di mushalla kami. Utamanya bila imam-imam ‘langganan’ tidak hadir. Bila pak Ashri, pak Panca dan pak Saud tidak hadir, maka pak X lah yang menjadi imam.

Dari sisi usia, pak X memang layak menjadi imam shalat 5 waktu. Tapi dari segi bacaan, mohon maaf....Sebab seringkali bacaan yang seharusnya dibaca panjang, malah dibaca pendek. Huruf yang seharusnya tidak dibaca dengan pengucapan dobel alias tasydid, malah dibaca tasydid. Belum lagi pengucapan lafal huruf-huruf hijaiyyah yang tidak tepat, jauh dari semestinya.

Bukan tidak ada jamaah yang mampu membaca bacaan shalat dengan bagus, setidaknya lebih bagus. Ada. Tapi pak X tidak memberi kesempatan kepada mereka untuk menjadi imam. Ada pak Andi, pak Nur, pak Shaleh dan mas Iwan.

Saya sering bertanya-tanya, apakah shalat kami sah? Karena walaupun imam membaca surat Al-Fatihah, namun bacaannya jauh dari yang semestinya.

Saya hanya berharap kondisi yang ada di mushalla dekat rumah ini, tidak terjadi dalam susunan kabinetnya presiden Jokowi.

Berharap tidak ada orang yang sebenarnya dapat mengukur diri, namun memaksakan diri menerima jabatan. Sebenarnya masih banyak yang lebih berkompeten, namun ada orang yang tidak mau mengalah dan memberi kesempatan kepada yang lain.

Semoga..     

Senin, 25 Agustus 2014

Antara Syukur dan Prihatin



Dulu, saya sering merasa takut terlambat datang ke masjid untuk menunaikan shalat Jum’at. Takut menjadi jama’ah terakhir yang hadir di masjid, sehingga pahala yang diterima merupakan pahala yang paling kecil. Alangkah bahagianya menjadi jama’ah yang pertama kali hadir di masjid ketika shalat Jum’at. Karena otomatis pahala yang diterima –sebagaimana keterangan dari Rasulullah saw- pahala yang paling besar.

Tapi kenyataan yang ada tidak demikian. Rasa takut saya tidak terjadi. Saya bukan termasuk jama’ah terakhir yang hadir. Alhamdulillah, saya termasuk jama’ah yang awal-awal datang, walau bukan yang pertama hadir.

Di satu sisi, saya mensyukuri kondisi ini. Ternyata kaum muslimin yang lain tidak berlomba-lomba untuk menjadi orang yang hadir pertama kali di masjid ketika Jum’atan. Bagi sebagian mereka tidak menjadi masalah hadir di akhir waktu. Bahkan mungkin sebagian yang lain beranggapan tidak menjadi masalah hadir ketika adzan Jum’at telah berkumandang.

Tapi di sisi lain, saya merasa prihatin. Mengapa kondisinya seperti ini? Saya juga seharusnya prihatin pada diri ini, jika merasa puas pada kondisi yang ada, yaitu selalu merasa bersyukur karena ‘keberuntungan’ sebagian kaum muslimin lebih lambat dari saya untuk hadir ke masjid.

Dalam kasus yang lain, saya pernah mendengar cerita dari seorang mahasiswa perguruan tinggi negeri. Mahasiswa ini selalu merasa tenang, walau memperoleh nilai yang buruk dalam mata kuliah apa pun. Dia beranggapan, “Selama nilai saya di atas nilai anak pejabat itu, saya masih aman.”

Kenapa dia berkata begitu? Karena anak pejabat itu sudah pasti naik tingkat, sejelek apa pun nilainya.

Mungkin si mahasiswa akan selalu bersyukur walau nilainya buruk, selama nilainya masih di atas nilai anak pejabat itu.

Kasus kedua ini memiliki kesamaan dengan kasus pertama. Di satu sisi, si mahasiswa selalu bersyukur walau nilainya buruk, asal nilainya lebih bagus dari nilai anak pejabat itu.

Di sisi lain, si mahasiswa seharusnya prihatin. Prihatin karena dia merasa puas dengan mengukur standar nilainya pada nilai buruk anak pejabat. Bukankah untuk mengukur standar nilai, sebaiknya dia merujuk pada nilai mahasiswa yang paling bagus? Sehingga dengan demikian dia terinspirasi untuk memperoleh nilai tertinggi?

Semoga bermanfaat

Sabtu, 23 Agustus 2014

Ingat Ibu

Ada yang sering memperhatikan kumandang adzan –terutama adzan Maghrib- di televisi? Biasanya alunan suara adzan Maghrib, disertai dengan adegan ‘sinetron pendek’.

Salah satunya adalah adzan Maghrib atau Subuh yang disiarkan oleh salah satu televisi swasta. Pada saat kumandang adzan itu, terdapat adegan seorang eksekutif muda. Dia sedang presentasi dihadapan orang banyak.

Di saat itu, HP-nya berdering, tertulis di sana, “Mama”. Namun eksekutif muda (eksmud) itu meneruskan presentasinya dan tidak mengangkat telepon dari ibunya.

Dalam perjalanan pulang, eksmud itu kembali mendapat telepon dari ibunya. Pada saat yang bersamaan, eksmud itu sedang menerima telepon di HP yang satunya. HP yang berdering dilihatnya. Di situ tertulis, “Mama”. Namun telepon dari ibunya tidak dipedulikan. Dia malah terus melanjutkan pembicaraan dengan seseorang yang mungkin rekan bisnisnya.

HP kembali berdering dan tertera di sana tulisan, “Mama”. Namun eksmud itu tidak menerima telepon dari ibunya. Karena dia masih sibuk menerima telepon dari rekan bisnisnya.

Pembicaraan telepon dengan rekan bisnis usai. Eksmud tersebut melanjutkan perjalanan dengan mobil hitamnya itu. Di lampu merah, ada seorang anak kecil yang menawarkan kincir angin atau kitiran yang terbuat dari karton. Kitiran itu pun dibeli.

Sambil memperhatikan kitiran yang dibelinya, eksmud itu terbayang masa kecilnya. Masa dimana dia pernah bermain kitiran dengan ibunya. Dia pun tersenyum dan pandangannya beralih ke anak kecil penjual kitiran tadi. Anak itu membeli setangkai bunga mawar.

Dia menyeberang jalan sambil membawa bunga mawar yang telah dibelinya. Eksmud itu terus memperhatikan dan mengikuti langkah anak kecil itu. Sampailah di areal pemakaman.

Anak kecil itu meletakkan mawar di sebuah pusara. Lalu dia meletakkan selembar kertas gambar yang bertuliskan selamat ulang tahun ibu.

Pemandangan ini mengingatkan si eksmud pada ibunya. Maka dengan serta merta dia menghubungi ibunya. Namun tidak ada jawaban. Berulang kali kembali dicoba, tetap saja tidak ada jawaban. Karena tidak ada jawaban, eksmud itu menjadi gelisah. Dia segera mengendarai mobilnya menuju kota Bandung. Sesampainya di kota Bandung, dia segera menemui ibunya.

Terlihat si ibu sedang membersihkan mainan-mainan anaknya. Dia terbayang pada putra satu-satunya itu di masa kecil. Tiba-tiba eksmud itu datang dan langsung memeluk ibunya.

Sebuah adegan sinetron pendek yang sarat pesan. Tiga kali ibu si eksmud menghubunginya, memanggilnya, namun tidak satu pun jawaban yang diberikan si eksmud. Si eksmud malah sibuk dengan pekerjaannya.

Padahal Rasulullah berpesan dan menekankan pentingnya berbakti pada ibu. Saking pentingnya berbakti pada ibu, Rasulullah mengucapkan tiga kali kata ibu dan sekali untuk kata ayah.

Bahkan Rasulullah memerintahkan kita sebagai seorang anak untuk menjawab panggilan ibu, termasuk ketika kita sedang menunaikan shalat sunnah. Rasulullah mengizinkan kita membatalkan shalat sunnah demi menjawab panggilan ibu.

Di dalam perjalanan pulang, si eksmud coba ‘disentil’, diingatkan lewat kitiran karton. Kitiran yang sempat mengingatkannya pada masa kecil. Namun tetap saja, si eksmud tidak tergerak untuk menelepon ibunya.

Tapi begitu dia melihat pemandangan anak kecil penjual kitiran meletakkan bunga dan sebuah gambar di pusara ibunya, barulah si eksmud teringat dengan ibunya. Dia menjadi gelisah dan segera menghubungi ibunya.

Kalau sebelumnya si ibu menelepon berulang kali tidak ada jawaban. Kini si eksmud berulang kali menelepon, namun tidak ada jawaban. Kondisi ini semakin membuatnya gelisah.

Adegan ini mengingatkan kita sebagai seorang anak untuk segera berbakti kepada orang tua, terlebih khusus ibu, mumpung mereka masih hidup.

Rasulullah berpesan, “Celakalah...celakalah....anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya, padahal keduanya masih hidup.”

Ya Allah, bantulah kami sebagai anak untuk selalu dapat berbakti kepada kedua orang tua kami. Aamiin

Butuh Makanan Ta'jil

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.38 dan waktu adzanMaghrib alias waktu berbuka puasa pukul 17.52. Sementara itu, saya masih dalamperjalanan pulang ke rumah. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai rumah, palingcepat 30 menit.

Ingin rasanya cepat sampai di rumah dan berbuka puasadi rumah. Waktu yang tersisa menuju Maghrib tinggal 14 menit dan untuk sampaidi rumah membutuhkan waktu 30 menit. Tapi saya tidak merasa khawatir, karena didalam tas, Alhamdulillah tersedia kurma. Jadi, kalau dalam perjalanan adzanMaghrib berkumandang, tinggal berhenti sebentar dan langsung membatalkan dengankurma.

Saya yakin ini pula yang dirasakan para pengendara,baik motor maupun mobil, ketika mereka dalam perjalanan pulang di sore harimenjelang Maghrib. Mereka sedang berpuasa Ramadhan, waktu Maghrib sebentar lagitiba, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk sampai di rumah cukup memakanwaktu.

“Buka puasa dimana ya? Kira-kira dalam perjalanan, dimana ya ada masjidnya? Dimana ya,warung terdekat?”

Itu kira-kira yang terlintas dalam pikiran. Bagi yangmenyiapkan makanan ta’jil pembatal puasa, mungkin tidak terlalu memusingkan halini. Pikiran-pikiran di atas biasanya terlintas bagi mereka yang tidakmenyiapkan makanan ta’jil pembatal puasa.

Lanjut ke cerita saya di atas. Ternyata lalu lintasdalam perjalanan pulang begitu lengang. Tidak ada lagi istilah bermacet ria.Tidak ada istilah lalu lintas macet karena si Komo lewat. Jalanan tidak begitubanyak dipenuhi oleh kendaraan.

Sedang asik-asiknya kendaraan melaju, tiba-tiba banyakkendaraan di depan saya berhenti tidak beraturan. Ada apakah gerangan?Sepertinya ada kecelakaan?

Perlahan tapi pasti kendaraan-kendaraan di depankembali berjalan dan penyebab ‘macet sesaat’ itupun terkuak. Ternyata ada orang-orangyang sedang membagikan makanan ta’jil pembatal puasa. Mereka membagikan tas-taskecil kepada para pengendara. Saya pun mengambilnya. Di dalamnya terdapatsekantong plastik kecil berisi tiga buah kurma, air mineral dalam kemasangelas, gorengan pisang coklat (piscok) dan bacang.

Subhanallah...ternyata para dermawan penyumbang makananta’jil sepertinya memahami pikiran-pikiran yang melintas di kepala parapengendara. Terutama bagi para pengendara yang tidak menyiapkan makanan ta’jildi tasnya.

Sebenarnya keberkahan makanan di bulan Ramadhan, tidakhanya ditemui di jalan-jalan. Kita bisa menemukan makanan pembatal puasa dimasjid-masjid. Kita bisa temukan kurma, gorengan, teh manis hangat, kolak danbahkan nasi kotak lengkap dengan lauk, sayuran, air mineral, buah-buahan dankerupuknya.

Dimana rencananya teman-teman berbuka puasa hari ini?Di rumah, di kantor atau di jalan?