Ada yang sering memperhatikan kumandang adzan –terutama adzan
Maghrib- di televisi? Biasanya alunan suara adzan Maghrib, disertai
dengan adegan ‘sinetron pendek’.
Salah satunya adalah
adzan Maghrib atau Subuh yang disiarkan oleh salah satu televisi swasta.
Pada saat kumandang adzan itu, terdapat adegan seorang eksekutif muda.
Dia sedang presentasi dihadapan orang banyak.
Di saat itu,
HP-nya berdering, tertulis di sana, “Mama”. Namun eksekutif muda
(eksmud) itu meneruskan presentasinya dan tidak mengangkat telepon dari
ibunya.
Dalam perjalanan pulang, eksmud itu kembali
mendapat telepon dari ibunya. Pada saat yang bersamaan, eksmud itu
sedang menerima telepon di HP yang satunya. HP yang berdering
dilihatnya. Di situ tertulis, “Mama”. Namun telepon dari ibunya tidak
dipedulikan. Dia malah terus melanjutkan pembicaraan dengan seseorang
yang mungkin rekan bisnisnya.
HP kembali berdering dan
tertera di sana tulisan, “Mama”. Namun eksmud itu tidak menerima telepon
dari ibunya. Karena dia masih sibuk menerima telepon dari rekan
bisnisnya.
Pembicaraan telepon dengan rekan bisnis usai.
Eksmud tersebut melanjutkan perjalanan dengan mobil hitamnya itu. Di
lampu merah, ada seorang anak kecil yang menawarkan kincir angin atau
kitiran yang terbuat dari karton. Kitiran itu pun dibeli.
Sambil
memperhatikan kitiran yang dibelinya, eksmud itu terbayang masa
kecilnya. Masa dimana dia pernah bermain kitiran dengan ibunya. Dia pun
tersenyum dan pandangannya beralih ke anak kecil penjual kitiran tadi.
Anak itu membeli setangkai bunga mawar.
Dia menyeberang
jalan sambil membawa bunga mawar yang telah dibelinya. Eksmud itu terus
memperhatikan dan mengikuti langkah anak kecil itu. Sampailah di areal
pemakaman.
Anak kecil itu meletakkan mawar di sebuah
pusara. Lalu dia meletakkan selembar kertas gambar yang bertuliskan
selamat ulang tahun ibu.
Pemandangan ini mengingatkan si
eksmud pada ibunya. Maka dengan serta merta dia menghubungi ibunya.
Namun tidak ada jawaban. Berulang kali kembali dicoba, tetap saja tidak
ada jawaban. Karena tidak ada jawaban, eksmud itu menjadi gelisah. Dia
segera mengendarai mobilnya menuju kota Bandung. Sesampainya di kota
Bandung, dia segera menemui ibunya.
Terlihat si ibu sedang
membersihkan mainan-mainan anaknya. Dia terbayang pada putra
satu-satunya itu di masa kecil. Tiba-tiba eksmud itu datang dan langsung
memeluk ibunya.
Sebuah adegan sinetron pendek yang sarat
pesan. Tiga kali ibu si eksmud menghubunginya, memanggilnya, namun tidak
satu pun jawaban yang diberikan si eksmud. Si eksmud malah sibuk dengan
pekerjaannya.
Padahal Rasulullah berpesan dan menekankan
pentingnya berbakti pada ibu. Saking pentingnya berbakti pada ibu,
Rasulullah mengucapkan tiga kali kata ibu dan sekali untuk kata ayah.
Bahkan
Rasulullah memerintahkan kita sebagai seorang anak untuk menjawab
panggilan ibu, termasuk ketika kita sedang menunaikan shalat sunnah.
Rasulullah mengizinkan kita membatalkan shalat sunnah demi menjawab
panggilan ibu.
Di dalam perjalanan pulang, si eksmud coba
‘disentil’, diingatkan lewat kitiran karton. Kitiran yang sempat
mengingatkannya pada masa kecil. Namun tetap saja, si eksmud tidak
tergerak untuk menelepon ibunya.
Tapi begitu dia melihat
pemandangan anak kecil penjual kitiran meletakkan bunga dan sebuah
gambar di pusara ibunya, barulah si eksmud teringat dengan ibunya. Dia
menjadi gelisah dan segera menghubungi ibunya.
Kalau
sebelumnya si ibu menelepon berulang kali tidak ada jawaban. Kini si
eksmud berulang kali menelepon, namun tidak ada jawaban. Kondisi ini
semakin membuatnya gelisah.
Adegan ini mengingatkan kita
sebagai seorang anak untuk segera berbakti kepada orang tua, terlebih
khusus ibu, mumpung mereka masih hidup.
Rasulullah berpesan, “Celakalah...celakalah....anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya, padahal keduanya masih hidup.”
Ya Allah, bantulah kami sebagai anak untuk selalu dapat berbakti kepada kedua orang tua kami. Aamiin