Laman

Sabtu, 23 Agustus 2014

Ingat Ibu

Ada yang sering memperhatikan kumandang adzan –terutama adzan Maghrib- di televisi? Biasanya alunan suara adzan Maghrib, disertai dengan adegan ‘sinetron pendek’.

Salah satunya adalah adzan Maghrib atau Subuh yang disiarkan oleh salah satu televisi swasta. Pada saat kumandang adzan itu, terdapat adegan seorang eksekutif muda. Dia sedang presentasi dihadapan orang banyak.

Di saat itu, HP-nya berdering, tertulis di sana, “Mama”. Namun eksekutif muda (eksmud) itu meneruskan presentasinya dan tidak mengangkat telepon dari ibunya.

Dalam perjalanan pulang, eksmud itu kembali mendapat telepon dari ibunya. Pada saat yang bersamaan, eksmud itu sedang menerima telepon di HP yang satunya. HP yang berdering dilihatnya. Di situ tertulis, “Mama”. Namun telepon dari ibunya tidak dipedulikan. Dia malah terus melanjutkan pembicaraan dengan seseorang yang mungkin rekan bisnisnya.

HP kembali berdering dan tertera di sana tulisan, “Mama”. Namun eksmud itu tidak menerima telepon dari ibunya. Karena dia masih sibuk menerima telepon dari rekan bisnisnya.

Pembicaraan telepon dengan rekan bisnis usai. Eksmud tersebut melanjutkan perjalanan dengan mobil hitamnya itu. Di lampu merah, ada seorang anak kecil yang menawarkan kincir angin atau kitiran yang terbuat dari karton. Kitiran itu pun dibeli.

Sambil memperhatikan kitiran yang dibelinya, eksmud itu terbayang masa kecilnya. Masa dimana dia pernah bermain kitiran dengan ibunya. Dia pun tersenyum dan pandangannya beralih ke anak kecil penjual kitiran tadi. Anak itu membeli setangkai bunga mawar.

Dia menyeberang jalan sambil membawa bunga mawar yang telah dibelinya. Eksmud itu terus memperhatikan dan mengikuti langkah anak kecil itu. Sampailah di areal pemakaman.

Anak kecil itu meletakkan mawar di sebuah pusara. Lalu dia meletakkan selembar kertas gambar yang bertuliskan selamat ulang tahun ibu.

Pemandangan ini mengingatkan si eksmud pada ibunya. Maka dengan serta merta dia menghubungi ibunya. Namun tidak ada jawaban. Berulang kali kembali dicoba, tetap saja tidak ada jawaban. Karena tidak ada jawaban, eksmud itu menjadi gelisah. Dia segera mengendarai mobilnya menuju kota Bandung. Sesampainya di kota Bandung, dia segera menemui ibunya.

Terlihat si ibu sedang membersihkan mainan-mainan anaknya. Dia terbayang pada putra satu-satunya itu di masa kecil. Tiba-tiba eksmud itu datang dan langsung memeluk ibunya.

Sebuah adegan sinetron pendek yang sarat pesan. Tiga kali ibu si eksmud menghubunginya, memanggilnya, namun tidak satu pun jawaban yang diberikan si eksmud. Si eksmud malah sibuk dengan pekerjaannya.

Padahal Rasulullah berpesan dan menekankan pentingnya berbakti pada ibu. Saking pentingnya berbakti pada ibu, Rasulullah mengucapkan tiga kali kata ibu dan sekali untuk kata ayah.

Bahkan Rasulullah memerintahkan kita sebagai seorang anak untuk menjawab panggilan ibu, termasuk ketika kita sedang menunaikan shalat sunnah. Rasulullah mengizinkan kita membatalkan shalat sunnah demi menjawab panggilan ibu.

Di dalam perjalanan pulang, si eksmud coba ‘disentil’, diingatkan lewat kitiran karton. Kitiran yang sempat mengingatkannya pada masa kecil. Namun tetap saja, si eksmud tidak tergerak untuk menelepon ibunya.

Tapi begitu dia melihat pemandangan anak kecil penjual kitiran meletakkan bunga dan sebuah gambar di pusara ibunya, barulah si eksmud teringat dengan ibunya. Dia menjadi gelisah dan segera menghubungi ibunya.

Kalau sebelumnya si ibu menelepon berulang kali tidak ada jawaban. Kini si eksmud berulang kali menelepon, namun tidak ada jawaban. Kondisi ini semakin membuatnya gelisah.

Adegan ini mengingatkan kita sebagai seorang anak untuk segera berbakti kepada orang tua, terlebih khusus ibu, mumpung mereka masih hidup.

Rasulullah berpesan, “Celakalah...celakalah....anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya, padahal keduanya masih hidup.”

Ya Allah, bantulah kami sebagai anak untuk selalu dapat berbakti kepada kedua orang tua kami. Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar