“Semalam hujan. Pas jam satu tuh.” ujar Mpok Kemeh, penjual makanan untuk sarapan.
“Emang jam satu udeh bangun mpok?” tanya saya
“Udeh. Kan siap-siap untuk dagangan buat besok pagi,”
“Kirain, bangunnye jam tiga-an. Siap-siapin buat dagangan jam tiga-an. Emang tidur jam berape mpok?”
“Jam tujuh-an (maksudnya selepas Isya), juga udeh tidur.”
Mpok
Kemeh memang pagi-pagi buta sudah siap dengan dagangannya. Kalau
orang-orang mau berangkat shalat Subuh, biasanya gerobak penjual nasi
uduk ini sudah ‘nongkrong’ di tempatnya.
Bukan hanya mpok
Kemeh yang beraksi di pagi-pagi buta. Pak Waluyo, agen koran ini juga
sudah beraksi di saat orang-orang masih terlelap. Biasanya sepulang
jama’ah shalat Subuh dari masjid, di halaman rumah pak Waluyo terlihat
kesibukan pengaturan dan pembagian koran kepada anak buahnya.
Kalau dengar cerita pak Waluyo, sekitar pukul 3 pagi, dia sudah berangkat untuk mengambil koran di agen ‘up line’ nya.
Aksi
mpok Kemeh dan pak Waluyo, juga disaingi oleh aksi pak Dasuki dan bu
Ani. Suami istri penjual sayur-sayuran, ikan, daging dan bahan-bahan
mentah lainnya ini, juga beraksi di pagi-pagi buta. Tidak lama setelah
usai shalat Subuh di masjid, biasanya warungnya telah buka.
Kadang
kalau dipikir-pikir, di saat diri sedang merasa malas, kurang
bersemangat, magnet untuk menarik selimut lebih kuat dibandingkan
menyingkirkannya. Lalu bandingkan dengan mpok Kemeh, Pak Waluyo dan
suami istri; pak Dasuki dan bu Ani, malu rasanya diri ini.
Langkah
mpok Kemeh, pak Waluyo, pak Dasuki dan bu Ani entah sudah sejauh apa.
Sedangkan diri ini, jangankan langkah yang ke seribu, langkah yang
pertama saja belum ditapaki.
Di saat mpok Kemeh, pak
Waluyo, pak Dasuki dan bu Ani sudah siap berdoa, memohon kepada Allah
swt di waktu sepertiga malam terakhir, yaitu di saat maqbulnya sebuah
doa, diri ini masih asik dengan guling dan bantal.
Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Aamiin
sumber image:http://inspiringwannabe.files.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar