Laman

Kamis, 21 Agustus 2014

Bapak Tua Itu

Bapak tua itu kerap duduk di atas kursi ketika menunaikan shalat berjama’ah. Posisi tempat duduknya selalu di bagian paling pinggir di sisi  kanan. Tepatnya di pintu masuk masjid Al-Muqarrabin. Hampir setiap orang yang ingin menunaikan shalat berjama’ah, melewati pintu tersebut. Artinya, bertemu muka dengan bapak tua itu.

Bapak tua itu sering menjadi patokan, berkumandangnya adzan. Jika muadzin sudah ingin mengumandangkan adzan, bapak tua itu peringatkan bahwa waktu shalat belum masuk. Ketika waktu telah tiba, dia pun memberi isyarat dengan tangannya dan berkata, “Ya, sudah masuk.” Muadzin pun mengumandangkan adzan.

Bila bertemu dengan bapak tua itu di saat Maghrib, maka usai shalat Maghrib, dia tidak langsung pulang. Dia menunggu waktu Isya tiba.

Lain halnya, jika bertemu dengan bapak tua itu di saat Dzuhur, maka dia akan langsung pulang selepas menunaikan shalat Dzuhur.

Usai menunaikan shalat, barulah orang-orang tahu kondisi bapak tua itu. Dia selalu dibantu tongkat ketika berjalan. Tongkat itu menjadi kakinya yang ketiga untuk menopang tubuhnya yang telah renta.

Sementara itu, salah seorang pengurus masjid sudah siap mengantarkan bapak tua itu pulang. Dia diantar dengan sepeda motor.

Itulah rutinitas bapak tua yang rajin menunaikan shalat berjama’ah di masjid Al-Muqarrabin.

Jika kebetulan saya shalat di masjid Al-Muqarrabin, pemandangan di ataslah yang kerap tertangkap.

Bapak tua yang kira-kira usianya sudah berkepala tujuh itu kerap menunaikan shalat berjama’ah. Walau kedua kakinya sudah tidak kuat lagi menopang tubuhnya yang kurus, tapi dia tetap ingin menjadi salah satu makmum langganan.

Waktu shalat sepertinya sudah hapal di luar kepala. Sehingga seringkali, terlihat telah hadir sebelum waktu shalat tiba.  

Terima kasih bapak tua. Engkau telah mengajarkan kami sebuah pesan tersirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar