Laman

Minggu, 17 April 2016

Perlu Adanya Political Will



Khalifah Umar bn Khaththab yang dikenal sebagai sosok yang tegas, tiba-tiba menangis dan merasa sangat terpukul. Pasalnya berdasarkan informasi dari bawahannya, seekor keledai tergelincir kakinya dan jatuh ke jurang, akibat dari jalan (di Irak) yang dilewati rusak dan berlubang.

Melihat kesedihan khalifahnya, salah seorang bawahannya berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah yang mati hanya seekor keledai?”

Wajah Umar pun berubah merah dan berkata, “Apakah engkau sanggup menjawab di hadapan Allah ketika ditanya tentang apa yang telah engkau lakukan ketika memimpin rakyatmu?”

Dalam redaksi lain, Umar bin Khattab berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Ta’ala, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?’”

Begitulah Umar. Dia merasa sedih, karena seekor keledai mati jatuh ke jurang, lantaran jalan yang dilaluinya rusak parah. Perasaan sedih muncul, karena tidak dapat melindungi nyawa keledai itu. Hewan saja diperhatikan hingga sedemikian rupa.

Umar merasa bertanggung jawab atas peristiwa ini, dirinya terpanggil oleh sebuah peringatan tersirat ini. Ini baru keledai yang menjadi korban, bagaimana selanjutnya? Siapa lagi yang akan menjadi korban, jika jalan berlubang tidak kunjung diperbaiki?

Adanya perasaan sedih yang berangkat dari perasaan bertanggung jawab ini akan memunculkan semangat dan political will. Semangat agar hal ini tidak terulang kembali. Semangat untuk memperbaiki agar tidak ada jatuh korban lagi.

Seperti itulah seorang pemimpin. Nyawa manusia, terlebih lagi nyawa dari rakyatnya sudah seharusnya menjadi perhatian khusus baginya.

Membaca berita tentang korban tewas dari tenggelamnya sebuah kapal di  sekitar Pulau Carey, Selangor, Malaysia, hendaknya menjadi perhatian seorang pemimpin. Kapal tenggelam yang ditumpangi ini membawa para penumpang TKI illegal. Diduga kapal tenggelam karena kelebihan muatan.

Banyaknya korban tanah longsor, akibat penggundulan hutan, hendaknya juga menjadi perhatian seorang pemimpin.

Jatuhnya korban akibat banjir, karena disebabkan tata ruang daerah resapan air dirubah, juga perlu menjadi perhatian pemimpin.

Warga saling bacok, karena memperebutkan lahan parkir. Terjadinya peristiwa pencurian kendaraan bermotor yang berujung pada jatuhnya, korban, pun seharusnya tidak luput dari perhatian pemimpin.

Berbagai bencana yang terjadi, juga perlu mendapat perhatian pemimpin. Terlebih lagi bila menelan korban.

Perasaan sedih, merasa bersalah dan merasa bertanggung jawab harus muncul ketika mengetahui adanya korban yang berjatuhan. Karena inilah tenaga yang mendorong agar seorang pemimpin dapat mencegah terjadinya korban-korban berjatuhan selanjutnya.

Para penebang liar harus ditindak tegas dan diberi sanksi hukum seberat-beratnya, sebab bila tidak, tanah longsor akan terjadi lagi dan korban-korban akan berjatuhan kembali.

Tata ruang kota harus diremajakan kembali. Daerah-daerah yang sudah ditetapkan menjadi daerah resapan air tidak boleh dilanggar dan tidak boleh diubah menjadi bangunan. Pelanggar tata ruang kota perlu ditindak tegas dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Karena bila membandel, akan kembali jatuh korban.

Membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, perlu digalakkan. Sehingga tidak perlu ada nya korban akibat perebutan lahan parkir. Tidak perlu lagi adanya kasus-kasus pencurian dan perampokan. Tidak perlu lagi orang desa pergi ke kota, apalagi ke luar negeri, karena di desanya tersedia luas lapangan pekerjaan.

Sekali lagi perasaan sedih, merasa bersalah dan merasa bertanggung jawab atas jatuhnya korban itu perlu. Tidak bisa dianggap remeh. “Ah itu khan cuma satu orang yang tewas.” Sekali lagi tidak bisa.

Seorang pemimpin sudah sepatutnya mempunyai political will terhadap nyawa rakyatnya. Mempunyai keinginan dan semangat yang tinggi untuk menjaga kehidupan dan nyawa rakyatnya.

Karena memelihara satu kehidupan manusia, sama saja dengan memelihara kehidupan manusia seluruhnya. Sedangkan mengabaikan nyawa seorang manusia, sama saja dengan mengabaikan nyawa seluruh manusia.

Allah swt berfirman, “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS Al-Maidah: 32) 

Catatan pesan untuk para calon pemimpin 


Bersaing Yuk!



Ajang lomba adu kebolehan dan keahlian, mewarnai layar kaca kita. Semua peserta bersaing untuk menjadi penyanyi yang diidolakan di tanah air. Setiap mereka berebut untuk menempati posisi chef terfavorit pilihan pemirsa. Mereka saling tak mau kalah untuk menjadi grup lawak paling banyak mendapat dukungan SMS dari para penggemarnya.

Berusaha untuk menjadi yang terbaik, itu merupakan suatu hal yang manusiawi. Ingin dikagumi, dipuji dan dibanggakan oleh siapa pun, juga suatu yang manusiawi. Karena hal itu merupakan salah satu naluri atau pembawaan manusia.

Jadi dikondisikan (seperti dalam ajang lomba) atau tidak dikondisikan, setiap manusia ingin menjadi yang terbaik. Benarkah itu? Apakah ada dalam diri teman-teman sekalian untuk menjadi yang terbaik? Atau biasa-biasa saja?

Kalau memang biasa-biasa saja, tidak ada keinginan untuk menjadi yang terbaik, itu perlu diwaspadai. Karena jika tidak ada keinginan seperti itu, memperoleh kemajuan merupakan sesuatu yang hampir mustahil.

Cobalah tengok pada teman-teman sepermainan dulu. Lihatlah orang-orang sekitar. Pilihlah yang terbaik diantara mereka. Jadikan yang terbaik menjadi pemicu. Insya Allah, hidup menjadi lebih bersemangat.

Dulu sewaktu SLTP, pernah punya teman yang bernama Yulia. Dia satu-satunya teman SD yang se-SLTP dengan saya. Dia anak terpandai di kelas, hampir seluruh pelajaran dikuasainya. Kondisi ini memicu diri untuk dapat bersaing dengannya. Alhamdulillah, akhirnya jika ada guru yang bertanya ke murid-murid, saya atau dia yang tunjuk tangan.

Umar bin Khaththab adalah sosok sahabat Rasulullah yang semangat dalam beribadah, melakukan amal shalih dan bersedekah. Umar selalu ingin bersaing dengan Abu Bakar dalam kebaikan. Oleh karenanya dia melakukan sesuatu yang terbaik. Umar menyedekahkan separuh harta miliknya. Akan tetapi ternyata, Abu Bakar menyedekahkan seluruh hartanya, tanpa tersisa sedikit pun.

Berbagai amal shalih Umar lakukan untuk bersaing dengan Abu Bakar. Namun Umar tidak dapat menyamai Abu Bakar, hingga dia berucap, “Saya tidak dapat menyaingi Abu Bakar.”

Jika tidak dapat ‘mengalahkan’, mungkin kita dapat menyamai seseorang dalam kebaikan.

Pada suatu hari, Rasulullah saw bersama para sahabat duduk di masjid. Tiba-tiba, Rasulullah bersabda, “Sebentar lagi, ada seorang pria yang masuk ke dalam masjid ini dan dia adalah calon penghuni surga.”

Tak lama kemudian, seorang pria masuk ke dalam masjid. Keesokkan harinya, Rasulullah kembali berucap hal yang sama. Pria yang masuk ke dalam masjid pada saat itu, sama dengan yang kemarin. Pada hari ketiga, Rasulullah mengucapkan hal yang sama, dengan pria yang sama.

Hal ini menggelitik rasa ingin tahu Abdullah bin Umar. Abdullah mengikuti pria itu hingga sampai di rumahnya. Karena belum menemukan hal istimewa dari pria itu, maka Abdullah meminta izin pada pria itu untuk menginap di rumahnya.

Abdullah bin Umar ingin tahu, amal apa sebenarnya yang menyebabkan pria itu dikatakan Rasulullah sebagai calon penghuni surga. Semua amal shalih pria itu diperhatikannya. Semuanya biasa-biasa saja, termasuk amalan shalat sunnahnya.

Setelah tiga hari, Abdullah tidak menemukan hal istimewa itu. Dia pun pamit pada pria tadi. Sebelum pamit, Abdullah menceritakan sabda Rasulullah yang mengatakan bahwa pria yang dihadapannya itu adalah calon penghuni surga. Dia pun bertanya, “Apa yang menyebabkan hal itu. Padahal saya perhatikan selama 3 hari ini, tidak ada amal istimewa.”

Pria itu menjawab, “Saya selalu berprasangka baik. Saya tidak berprasangka buruk pada tuan, ketika tuan minta izin ingin menginap di rumah saya.”

Abdullah bin Umar mungkin tidak ingin ‘mengalahkan’ pria tadi. Dia hanya ingin menyamai, meniru kebaikan pria tadi.

Allah swt berfirman, "Bersegerahlah mencapai ampunan dari Rabb kalian."

Bersaing yuk!


Merenung Yuk!



Tadi pagi, satu plastik sampah dibuang. Tiga plastik baju bekas tidak layak pakai lagi (banget) juga berstatus sampah, turut dibuang. Semuanya dimasukkan ke dalam bak sampah.

Entah setengah jam atau satu jam kemudian, saya melewati bak sampah itu. Di sana nampak seorang pemulung sedang duduk di pinggiran bak sampah. Dia sedang mengorek-ngorek salah satu plastik sampah. Memilih dan memilah-milah mana yang masih layak, mana yang dapat dijual. Semua yang dipilih dimasukkan ke dalam karung yang telah dipersiapkannya.

Pemulung itu luar biasa. Dia begitu jeli ‘melihat’, begitu pandai menilai dan menimbang-nimbang serta berani mengambil keputusan.

Kepandaian seperti itu, memang tidak dimiliki oleh semua orang. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melakukannya. Yaitu orang-orang yang mau memperhatikan, merenung, menimbang-nimbang, menilai dan mengambil kesimpulan.

Banyak hal yang ada di sekeliling. Namun entah berapa orang yang mau sedikit bersusah payah untuk memperhatikan dan merenungkannya.

Padahal berpikir dan merenung merupakan salah satu bentuk ibadah yang patut untuk digalakkan.

Dalam buku Islam Bangkitlah, dijelaskan bahwa sahabat Rasulullah saw yang bernama Abu Darda’ merupakan salah seorang sahabat yang gemar sekali bertafakkur.

Ummu Darda’ pernah ditanya orang tentang amal ibadah yang sangat disukai Abu Darda’, maka dia menjawab, “Tafakur dan mengambil pelajaran.”

Banyak ayat Al-Qur’an yang menginspirasi Abu Darda’ untuk merenung dan mengambil pelajaran, salah satunya adalah ayat berikut ini, “

Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kalian tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.  (QS Al-Hasyr Ayat: 2)

Abu Darda’ kerap mendorong sahabat-sahabatnya untuk merenung dan berpikir, dengan mengatakan kepada mereka, “Berpikir satu jam itu lebih baik daripada beribadah satu malam.”

Yuk mari kita coba merenung sebentar. Ustadz Harun Yahya pernah mengajak kita untuk merenung tentang warna-warni yang ada di sekeliling kita. Dia berkata, “Coba bayangkan andai saja di dunia ini, hanya ada warna hitam dan putih. Bagaimana rasanya?”

Satu lagi yang patut kita renungi bersama. Jika dipikir-pikir, hampir semua yang direncanakan, dirancang, ide yang masih ada di kepala, dieksekusi atau dikerjakan oleh tangan. Hampir semuanya.

Petani yang ingin tanah dan tanamannya subur, dia menaburkan rabuk dengan tangannya. Dia memberi pupuk dan menyirami tanaman dengan tangannya.

Pemburu misalnya. Jauh-jauh hari, dia sudah berencana akan berburu rusa di hari Minggu. Begitu hari itu tiba, dia melepaskan anak panah, menembakkan peluru dengan tangannya.

Menyuci baju, menyetrika, memasak, mengepel, naik motor, naik mobil, berbagai aktivitas service, menyuap makanan, minum dan lain sebagainya, semuanya dilakukan dengan tangan.

Hanya berjalan, berlari dan bermain bola yang dilakukan dengan kaki.

Kira-kira bagaimana ya, kalau kita –na’udzubillah min dzalik- bila tidak mempunyai tangan. Bagaimana kita melakukan semua aktivitas sehari-hari kita?

Merenung Yuk!


Betapa Sayangnya Allah


25 Juni 2014 pukul 14:57
Beragam buah-buahan yang ada di dunia ini. Coba hitung sudah berapa banyak buah yang telah kita makan? Buah-buahan itu enak dan sedap untuk dimakan. Habis satu, ingin merasakan satu lagi. Selain memiliki rasa yang sedap dan enak untuk dimakan, buah-buahan itu juga bermanfaat untuk tubuh kita.

Pernahkah kita memikirkan, bagaimana bila buah-buahan itu tidak memiliki rasa atau hambar? Pernahkah terpikir, bagaimana andai buah-buahan itu enak untuk dimakan tapi berbahaya bagi tubuh?

Buah pisang enak untuk dimakan, baik secara langsung atau diolah terlebih dahulu. Selain enak untuk dimakan, pisang juga berguna untuk energy tubuh manusia. Para petenis yang biasa menghabiskan banyak energy, kerap mengonsumsi pisang, untuk menjaga staminanya.

Sebentar lagi Ramadhan, biasanya kita akan mudah mendapatkan kurma. Rasa buah kurma manis dan itu berarti digemari oleh banyak orang, termasuk anak-anak. Mengenai manfaatnya, jangan ditanya. Kurma mengandung vitamin A, sehingga baik untuk mata. Kurma juga baik untuk ibu-ibu hamil. Bahkan ada kurma yang dapat menolak racun.

Kurma biasa dikonsumsi sebagai makanan pembuka ketika membatalkan puasa. Karena zat gula yang terdapat di dalam kurma, bisa langsung diurai dan diserap tubuh. Sehingga tubuh dapat dengan segera merasakan segar.

Masih banyak lagi manfaat dari buah kurma yang tidak bisa disebutkan satu persatu di sini.

Siapa yang tidak tahu dengan jeruk, baik rasa dan manfaatnya bagi tubuh. Rasanya yang segar, manis, asam juga baik untuk tubuh.

Warna dan rasa dari buah-buahan yang ada mengundang selera manusia untuk mengonsumsinya dan kita tidak pernah merasa jera untuk mengonsumsi buah-buahan. Karena tidak pernah jera mengonsumsi buah-buahan, kita pun akan memperoleh manfaat langsung dari buah-buahan itu.

Kebayang gak sih, kalo anak-anak kita, keponakan tidak ingin minum obat? Apa yang kita lakukan? Kita menyiapkan makanan atau minuman yang manis, sebagai penghilang rasa pahit obat yang tidak disukai anak-anak. Atau kita memilihkan obat dengan rasa manis.


Sedangkan kita tidak perlu dibujuk untuk makan buah-buahan, tidak perlu dibujuk agar mau mengonsumsi buah-buahan. Karena rasa buah-buahan itu enak dan sedap. Betapa sayangnya Allah pada kita.

Antara Pom Bensin, Tambal Ban dan Masjid



Jumlah masjid di Jakarta banyak.  Jumlahnya akan semakin banyak, bila ditambah dengan jumlah mushalla. Namun walaupun banyak, kita terkadang bingung ketika sedang dalam perjalanan dan waktu shalat telah tiba.

“Kalau berada di jalan ini, dimana ya letak masjidnya?”

Kira-kira itu yang ada di benak kita. Ujung-ujungnya kita bertanya pada orang atau mendengar dari arah mana suara adzan.

Tentu akan lebih mudah dan praktis, bila kita mengetahui letak masjid, walau mungkin kita tidak mengetahui nama jalannya.

Mengetahui letak masjid, tidak kalah pentingnya dengan mengetahui letak pom bensin terdekat dan tukang tambal ban terdekat.

Pengetahuan tentang letak masjid bagi pengendara termasuk hal yang penting. Terlebih untuk waktu shalat yang singkat seperti Maghrib. Bila adzan Maghrib telah berkumandang dan lamanya perjalanan masih tersisa kurang lebih satu setengah jam lagi, maka lebih baik cari masjid. Bagi yang telah tahu letak masjid di jalan-jalan yang biasa kita lalui, tentu tidak akan mengalami kebingungan dan memakan waktu ketika mencari masjid.

Semoga bermanfaat


Masa Kecil di Bulan Ramadhan



Sebentar lagi bulan Ramadhan tiba. Ingat Ramadhan, ingat masa kecil. Bila bulan puasa tiba, es batu menjadi sesuatu yang terfavorit. Jika ada pooling, apa yang terfavorit di bulan puasa? Maka jawaban yang dikirim lewat SMS, seragam menjawab es batu.

Atau jika ikut kuis di salah satu stasiun TV swasta, maka bila ada pertanyaan, “Apa yang menjadi terfavorit di bulan puasa?” Maka menurut survey, nilai tertingginya adalah es batu.

Dan ini terbukti, ketika saya atau adik saya harus mengantri, tepatnya berebut menyongsongkan kantong plastik di depot es batu (tempat penjualan es batu). Sementara penjual yang melayaninya hanya satu orang.

Belum lagi, pembelinya bermacam-macam. Pembeli yang memiliki anggota keluarga yang banyak, maka dia membeli es batu dengan ukuran besar. Sedangkan pembeli yang memiliki anggota keluarga yang sedikit, maka dia membeli es batu dengan ukuran kecil saja. Sehingga hal ini menuntut si penjual untuk memecahkan es batu sesuai dengan pesanan dan permintaan dan itu berarti cukup memakan waktu.

Mengantri tidak saja di depot es. Mengantri dilakukan anak-anak SD di masjid-masjid.

Dulu saya dan adik saya, setiap Ramadhan selalu dapat lembaran khusus kegiatan tarawih. Di dalam lembaran itu terdapat tanggal tarawih, penceramah, judul ceramah dan tanda tangan petugas masjid plus stempelnya.

Walhasil usai shalat tarawih, bukan berarti bisa langsung pulang. Kita harus pergi ke ruang petugas masjid untuk minta tanda tangan dan stempel masjid. Ini dilakukan setiap hari dan yang meminta tanda tangan tidak hanya seorang, dua orang saja.

Begitulah diantara masa kecil saya di bulan Ramadhan. Bagaimana masa kecil teman-teman di bulan Ramadhan?


Pentingnya Peraturan

Pentingnya Peraturan
30 Juni 2014 pukul 16:40
Bagi teman-teman yang pernah makan di restoran Jepang, mungkin tahu dengan ALL YOU CAN EAT. Silahkan makan sepuasnya dengan biaya yang relatif murah. Silahkan pilih makanan sebanyak-banyaknya, sepuas-puasnya, namun harus habis. Jika tidak habis, maka sisa makanan yang ada, akan dihitung.

Misalnya di salah satu restoran Jepang, kita dapat makan sepuasnya, dengan beraneka makanan hanya dengan membayar Rp 50.000. Namun jika tidak habis, maka setiap per-satu makanan/perjenis makanan dihitung Rp 10.000.

Saya pernah membaca pengalaman orang yang makan di restoran Jepang dengan ketentuan ALL YOU CAN EAT. Mereka berdua makan sampai kekenyangan dan bersisa 4 potong makanan. Karena tidak ingin terkena ‘denda’, maka mereka menghabiskan sisa makanan. Walhasil mereka merasa kenyang ‘banget’. “Daripada terkena denda Rp 40.000.” Begitu ucap mereka.

Dalam salah satu acara Talk Show di sebuah televisi swasta, terdapat peraturan. Barangsiapa mencela, menghina seseorang atau menjelekkan seseorang, maka akan dikenakan denda sebesar Rp 5000.

Denda sebesar itu memang kecil. Tapi jika orang itu terbiasa ‘menghina’, maka dia akan banyak pula mengeluarkan Rp 5000 per-hinaan. Tinggalkan kalikan saja.

Suatu fenomena yang baik. Untuk mencegah orang menjadi rakus dan mencegah orang berbuat mubadzir, dikenakan denda. Untuk mencegah membicarakan aib orang lain atau menghinanya, meledeknya dengan ledekan yang buruk, maka dia juga terkena denda.

Ternyata denda seperti ini cukup ampuh. Seseorang yang tidak menghabiskan makanan yang tersisa, (karena denda) terpaksa menghabiskannya.

Bagi seorang seleb yang hadir dalam Talk Show itu, mungkin mengeluarkan Rp 500.000, karena melakukan 100 kali hinaan atau ledekan, nominal itu tidak berarti. Coba jika hal ini diterapkan pada orang awam. Tentu Rp 500.000 merupakan jumlah yang tidak sedikit dan itu dikeluarkan perhari. 

Pentingnya ada peraturan
Peraturan atau ketentuan rumah makan Jepang itu, mungkin tidak bermaksud untuk mencegah orang menjadi rakus atau mencegah orang berbuat mubazir. Mungkin. Tapi jika diartikan untuk mencegah orang menjadi rakus atau mencegah berbuat mubadzir, maka peraturan dan ketentuan itu telah berhasil.

Sebab jika pada hari pertama makan di rumah makan Jepang All You Can Eat dan tidak habis, maka orang itu akan terkena denda. Dia tidak menghabiskan makanannya karena merasa sudah kenyang. Pengalaman ini menyadarkan dirinya bahwa dia tidak boleh rakus.

Pengalaman ini juga menyadarkannya bahwa dia tidak boleh berbuat mubadzir. Karena tidak menghabiskan makanan, akan terkena denda.

Sehingga pada hari berikutnya, walau dipersilahkan sepuasnya, dia akan memesan makanan sesuai dengan takaran perutnya.

Sekali lagi ini bukti pentingnya ada peraturan. Karena ada peraturan di atas, rakus dan berbuat mubadzir dapat dicegah.

‘Denda’ yang diterapkan dalam salah satu acara Talk Show itu, mungkin dimaksudkan untuk candaan semata. Jika bintang tamunya yang tak lain adalah para selebritis dikenakan ‘denda’ untuk sekali ucapan ‘celaan’, ‘menghina’ atau membicarakan aib orang lain, maka itu dianggap sebagai candaan semata. Karena nominal ‘denda’ yang dikenakan tidak bernilai besar.

Tapi coba, jika nilai nominal ‘denda’ yang dikenakan itu bernilai besar, mungkin para seleb akan jera hadir di acara itu.

Atau coba jika ‘denda’ itu diberlakukan diantara teman-teman dekat, mungkin diantara kita akan berhati-hati dalam berucap.

Ini juga menunjukkan bahwa adanya peraturan itu penting. Karena dengan adanya ‘denda’, orang akan jera untuk mencela, menghina atau membicarakan aib orang lain.


Oleh karenanya paham liberalisme tidak manusiawi, karena akan menimbulkan kerusakan. Menurut liberalisme, orang bebas berbuat apa saja, bebas berkata apa saja. Karena menurut mereka itu merupakan Hak Asasi Manusia (HAM). Bayangkan jika di dunia ini tidak ada peraturan dan orang diberi kebebasan sebebas-bebasnya dalam berbuat dan berkata?

Kita Butuh Berbuat Baik pada Orang Lain



Kisah berikut ini saya peroleh dari seorang ustadz. Ada seorang pengusaha sukses di Timur Tengah, dia divonis bahwa keberhasilan operasinya hanya fifty-fifty. Bila operasinya berhasil, dia sehat. Jika tidak, dia akan menjadi almarhum. Pria ini memang menderita penyakit lever.

Beberapa hari menjelang operasi, dia pergi dengan mobil mewahnya. Dengan ditemani seorang supir, mobilnya berhenti di muka sebuah rumah makan. Pengusaha itu hanya duduk di dalam mobilnya. Dalam kondisi yang penuh kepayahan, menahan beratnya penyakit, matanya melihat kondisi di sekeliling rumah makan.

Pandangannya terhenti pada sebuah pemandangan yang membuat matanya tidak dapat berpindah. Dia melihat seorang wanita tua sedang mengais-ngais di tempat sampah. Wanita tua itu mengambil sebongkah tulang yang masih ada di atasnya serpihan-serpihan daging. Serpihan-serpihan daging yang masih menempel itu, dilepas satu persatu dari tulang. Tulang yang sudah tidak berdaging itu dibuang kembali ke tempat sampah.

Suatu pemandangan yang menyayat hati si pengusaha itu. Dia dapat dengan mudah makan daging kapan saja, sementara wanita tua itu harus dengan susah payah untuk memperoleh daging yang hanya dalam bentuk serpihan-serpihan.

Pemandangan yang menyayat hati ini, mendorong si pengusaha membuka pintu mobilnya. Berjalan dengan tertatih-tatih kepayahan. Dia pergi menemui pemilik rumah makan. Dia mengajak pemilik restoran menemui wanita tua yang sedang mengais sampah.

Pengusaha itu berkata, “Pak, tolong ibu ini setiap seminggu sekali selama setahun diberikan daging. Nanti saya yang bayar.”

Pemilik restoran, “Baik, tuan.”

Wanita tua yang mendengarkan percakapan ini terkejut. Usai mengucapkan terima kasih, dia melantunkan doa-doa yang teramat panjang, salah satu doanya adalah, “Semoga tuan diberi kesehatan oleh Allah swt..”

Pengusaha itu pun berjalan kembali ke mobilnya. Dia merasa heran, kalau tadi dia berjalan tertatih-tatih, kini dia berjalan dengan gagahnya kembali ke mobil.

Ketika hari operasi tiba, dokter pun memeriksa kondisi kesehatan pengusaha itu terlebih dahulu. Dokter terkejut, kondisi kesehatan si pengusaha sudah kembali pulih.

Allah memberikan kesembuhan kepada si pengusaha lewat doa ibu tua itu. Ini membuktikan bahwa kita membutuhkan orang lain. Kita butuh berbuat baik kepada orang lain.

Sebab, bila kita berbuat baik kepada orang lain akan berpulang kepada diri kita sendiri.

Banyak hadits yang menjelaskan hal ini.
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menghilangkan kesulitan seorang mu'min di dunia, maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan orang yang tengah dilanda kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.”(HR. Muslim)

Hadits di atas menjelaskan bahwa berbuat baik (menolong atau menutup aib) orang lain berpulang kepada diri sendiri. Baik dalam bentuk dihilangkannya kesulitan di hari kiamat maupun kemudahan di dunia dan akhirat atau ditutupinya aib di dunia dan akhirat.

Dalam hadits yang lain,
“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.” (HR. Muslim no. 4912)

Hadits di atas menjelaskan bahwa bila kita berbuat baik (mendoakan) sesama muslim akan berdampak malaikat mendoakan kita doa yang sama.

Bagaimana dengan doa berikut ini, “Ya Allah ampunilah dosa kaum muslimin, muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah tiada, di setiap tempat dan di setiap zaman. Wahai Allah Yang Maha Pemurah.”

Coba bayangkan berapa banyak malaikat yang mendoakan kita, bila kita memanjatkan doa di atas. Kita mendoakan seluruh kaum muslimin, muslimat, mukminin dan mukminat. Bukan hanya yang masih hidup, tapi juga yang telah tiada. Bukan hanya di masa lalu, sekarang, tapi di masa yang akan datang.

Mungkin teman-teman pernah membaca kisah seseorang yang setiap tahunnya dapat menunaikan haji. Mengapa bisa begitu? Bagaimana caranya? Apakah dia orang kaya? Apakah dia pembimbing haji?

Orang ini dapat menunaikan haji setiap tahun, karena Allah mengabulkan doa seorang nenek yang sangat berterima kasih padanya. Karena dia memohon kepada salah seorang penumpang untuk berbuat baik dengan memberikan tempat duduk untuk nenek itu. Tapi permohonannya ini ditolak. Dia kembali berusaha hingga tiga kali. Permohonan yang ketiga kali inilah, penumpang itu baru mau memberikan tempat duduknya kepada nenek itu.

Nenek itu amat berterima kasih dan langsung melantunkan doa-doa kepada orang yang telah berjasa itu. Salah satu doanya agar orang yang berjasa itu dapat menunaikan ibadah haji.

Saya mendengar cerita seorang ibu-ibu. Dia baru saja memberikan infak, sekaligus membayar parkiran. Ketika melihat pemberian ibu-ibu itu, tukang parkir terkejut. Biasanya dia menerima Rp 2000, dia meneriman uang sebesar Rp 10.000. Dia pun melantunkan doa-doa kepada ibu-ibu itu.

Oleh karenanya kita butuh orang lain. Butuh orang lain yang perlu dibantu. Butuh orang lain yang mengharapkan doa kita. Kaum muslimin, muslimat, mukminin dan mukminat yang telah tiada, membutuhkan doa-doa kita. Karena mereka tidak lagi dapat berdoa.

Bila kita berbuat baik kepada orang lain, insya Allah semuanya berpulang kepada kita sendiri. Jika dipikir-pikir, perbuatan baik di atas, cukup sederhana.

Mari kita berbuat baik pada orang lain!


Nilai Uang Receh

Namanya Sadino. Dia seorang tukang/loper koran. Kerjanya tiap hari mengantarkan koran ke para pelanggannya. Suatu profil yang biasa. Biasa karena banyak orang di Indonesia, bahkan di dunia juga memiliki profesi yang sama dengan pak Sadino.

Tapi ada satu hal yang membuat pak Sadino terlihat beda dan memiliki nilai lebih dibandingkan tukang/loper koran lainnya. Bahkan memiliki nilai lebih dibandingkan kaum muslimin lainnya.

Kenapa demikian? Karena hari ini, di tanggal 10 September 2014, pak Sadino akan menunaikan ibadah haji. Perjuangannya dalam mengumpulkan seperak dua perak untuk meraih impiannya itu terwujud, setelah berhasil mengumpulkannya selama 10 tahun. 10 persen dari penghasilannya sebagai loper koran, dia sisihkan setiap bulannya.

Ada juga kisah senada dari bu Temu. Nenek-nenek yang berprofesi sebagai tukang urut ini, juga akan menunaikan ibadah haji tahun ini. Biaya dikumpulkannya dari penghasilannya mengurut dan memijat. Yang lebih dahsyatnya, bu Temu tidak menentukan tarif tertentu. Dia menerima saja pembayaran dari pasiennya, berapa pun besarnya.

Tanpa niat dan tekad yang kuat, impian yang sederhana sekalipun, tidak akan terwujud. Tanpa niat dan tekad yang kuat, walaupun memiliki kemampuan, tetap saja impian yang sederhana tidak akan dapat terwujud.

Sementara itu, dengan niat dan tekad yang kuat, serumit apa pun suatu impian, insya Allah akan dapat terwujud. Walaupun memilki kemampuan yang terbatas, namun dengan niat dan tekad yang kuat, Insya Allah apa pun yang diimpikan akan terwujud.

Pelajaran berikutnya adalah betapa berharganya uang receh. Jika melihat penghasilan pak Sadino dan bu Temu perhari, mungkin kita menilainya tidak ada apa-apanya. Terlebih bila penghasilannya itu dibandingkan dengan harga-harga yang terus melambung tinggi.

Tapi disitulah kelebihan pak Sadino dan bu Temu. Mereka terlihat amat bersyukur, penghasilannya yang relatif kecil, benar-benar dianggap sesuatu yang bernilai. Sesuatu yang bisa membantu terwujudnya impian mereka. Jika mereka tidak menghargainya, tentu uang-uang receh tidak akan ‘dianggapnya’.

Mereka sadar, penghasilannya hanya segitu. Untuk mewujudkan suatu impian tidak bisa dicapai dengan waktu yang singkat. Jadi, mau tidak mau mereka harus menghargai penghasilannya yang segitu-gitunya.

Bicara tentang mewujudkan suatu impian yang besar akan terasa berat bila harus ditanggung sendiri.

Sebagai contoh adalah Masjid Alumni IPB Bogor. Masjid ini dibangun dengan duit kecil para alumni dan masyarakat. 7,5 M terkumpul. Kurang 1,2 M lagi.

1,2 M ini berat jika ditanggung sendiri. Tapi enteng jika ditanggung 100 orang, begitu penjelasan ustadz Yusuf Mansur. “Hanya” 12 jt per jamaah, sebagai sedekah ke masjid, lalu selesailah masjid ini.   

“12 jt pun tentunya ga gampang. Berat. Buat jamaah kebanyakan. Makanya dibagi lagi. Setiap orang di 100 orang tersebut, jadi simpul. Jadi agen. Jadi upline. Cari 100 lagi di bawahnya, sehingga angkanya menjadi ringan sekali. Per orang Rp. 120 rb, selesai nih masjid. Itu pun, bagi lagi jadi 12 bulan. Jadi sesungguhnya, sedekah 10 rb rupiah saja sebulan, per jamaah, udah selesai sempurna, tanpa hutang sama sekali ke toko-toko bangunan.”

Mewujudkan impian yang berat, akan terasa ringan bila dilakukan dengan konsep Patungan Usaha seperti di atas. Begitu yang dijelaskan oleh ustadz Yusuf Mansur, lihathttp://yusufmansur.com/duit-kecil/.

Pemikiran ustadz Yusuf Mansur ini semakin memperkuat pemahaman kita bahwa uang receh, uang kecil dan duit kecil tidak bisa dipandang sebelah mata.

Dengan niat dan tekad yang kuat, uang receh dapat membantu seseorang mewujudkan impiannya. Dengan berjama’ah, uang receh akan bernilai triliunan dan dapat mewujudkan impian besar.



Pesan dari Masha

Siapa yang tidak kenal Masha? Anak perempuan imut, lucu, troublemaker, gemesin, ngeselin, polos, sering tidak merasa bersalah, inisiatif, berani dan sifat-sifat lainnya yang begitu menyatu pada dirinya.

Dalam salah satu episodenya, Masha belajar dengan sahabatnya Misha (si beruang). Dia belajar menulis, berhitung dan membaca.

Di sesi membaca, Masha diajarkan mengeja huruf per huruf. Lama kelamaan, dia mulai lancar dalam mengeja dan akhirnya dapat membaca. Walau bacanya masih tertatih-tatih, dia terus berlatih. Dia terus mengulang semua yang telah diketahuinya. Dia praktekkan apa yang telah diketahuinya. Tidak kenal lelah, tidak pernah bosan untuk terus melancarkan bacaannya. Bahkan dia melakukan hal itu hingga berjam-jam, hingga Misha mengantuk dan merasa bosan.

Dalam episode yang lain, Masha tidak pernah berhenti-hentinya menelepon Misha, begitu dia tahu bagaimana cara mengoperasikan HP.

Karena terus menerus melatih, Masha jadi pandai membaca. Karena terus menerus mencoba, akhirnya Masha tahu benar bagaimana cara menggunakan HP.

Berbeda dengan pengalaman saya. Dalam suatu hadits, Nabi Muhammad SAW pernah memerintahkan Utsman bin Abil Ash yang sedang sakit dengan sabdanya, ”Letakkanlah tanganmu pada anggota badan yang sakit kemudian bacalah “Basmalah 3x dan A’udzu bi-izzatillah waqudrotihi minsyarrima ajidu wa uhadziru 7x”

Saya pernah mengetahui hadits ini sebelumnya. Hanya saja ketika tidak pernah dipraktekkan, saya menjadi lupa. Dan ketika di lain waktu, kembali membaca hadits ini, saya seperti baru tahu.

Begitulah ilmu bila tidak dipraktekkan, akan hilang tak berbekas, akan lupa, akan hilang seperti tidak pernah mengetahuinya.

Semoga manfaat





Oleh2 Musiman 29 Maret 2015

Ahad ini, 29 Maret 2015 menjadi tanggal istimewa. Utamanya untuk angkatan 19 FLP Jakarta. Di tanggal inilah prtemua perdana dwi mingguan dilaksanakan.

Para peserta mendengarkan denan seksama semua penjelasan Aa Mumun (panggilan akrab mas Ahmad Lamuna) sebagai pembicara untuk materi Wawasan Keislaman

Sebagai komunitas ada 3 hal yang menjadi fokus Forum Lingkar Pena (FLP). Yaitu, organisasi, kepenulisan dan keislaman. Fokus yang ketiga inilah yang membedakan FLP dengan komunitas menulis lainnya.

Sebagai komunitas menulis yang berbasiskan Islam, FLP amat memperhatikan aspek dakwah Islam.

Aa Mumun ‘mengumpan’ kepada peserta, “Apa sih sebenarnya dimaksud dengan dakwah?”

Berbagai pendapatpun terlontar dari para peserta. Dakwah menurut bahasa adalah mengajak atau menyeru. Yang lain mengatakan dakwah adalah cinta.

Berbagai hal bisa diangkat menjadi tema dakwah. Bagaimana kondisi aqidah kaum muslimin? Kembali Aa Mumun melemparkan pertanyaan ke peserta?

Ismul salah seorang peserta menjelaskan tentang penyimpangan aqidah kaum muslimin saat ini. misalnya ada orang-orang tertentu yang percaya bahwa cincin dapat mendatangkan manfaat dan mudharat. Gunakan cincin silahkan, tapi jangan sampai merusak aqidah.

Pendidikan juga dapat menjadi tema dakwah. Ana salah seorang peserta menjelaskan bahwa kondisi orang tua yang kedua-duanya bekerja. Sementara si anak dititipkan ke pembantu merupakan tema yang dapat diangkat menjadi tema dakwah.

Anak-anak yang sudah dapat mengakses situs-situs dewasa di rumah, di saat orang tuanya ada di rumah merupakan masalah pendidikan lainnya, yang perlu menjadi perhatian kita, kembali Ismul angkat bicara.

Apa saja bisa menjadi tema dakwah. Fakta yang di lapangan dikaitkan dengan kondisi ideal menurut Islam, bisa menjadi satu tulisan ‘bernada’ dakwah.

Bapak-bapak yang bermain bola di saat 17 Agustusan dengan mengenakan rok dapat menjadi suatu lisan Islami. Karena dalam tulisan itu dibahas bahwa Allah melaknat pria yang menyerupai wanita.

Tapi jangan salah paham dulu! Tulisan Islam tidak berarti tulisan yang penuh dengan dalil-dalil Al-quran  dan hadits. Tuisan dapat dishare walau tanpa dalil Alquran dan hadits. Yang penting isinya menyuarakan kebenaran, menyuarakan Islam.

Tulisan tentang larangan membuang sampah sembarangan dan bahaya narkoba dapat digolongkan tulisan Islami.

Keuntungan berdakwah lewat media tulisan diantaranya pembaca tidak merasa digurui.

Hal lain yang perlu diperhatikan seorang penulis yang berdakwah diantaranya adalah iman, ilmu dan amal.

Seorang da’i yang menuliskan dan menyampaikan Islam, harus terlebih dahulu beriman dan yakin terhadap Islam. bagaimana dapat menyampaikan Islam, kalo dia sendiri tidak yakin pada Islam?

Sebagai perbandingan, Aa Mumun menjelaskan tentang para penjual produk MLM (Multy Level Marketing). Mereka harus mencoba terlebih dahulu produk yang akan dijual. Bagaimana efek pada dirinya. Jika sudah mencoba, baru mereka mengajak orang lain untuk mencoba produk yang dijualnya itu.

Untuk menyampaikan dakwah, kita perlu mempunyai ilmu. Oleh karenanya harus banyak membaca. Kalo mau jadi penulis, harus membaca. Kalo ga mau membaca, ga usah jadi penulis. Jelas Aa Mumun.

Tapi bukankah kita dapat menulis berdasarkan pengaman pribadi saja? Salah seorang peserta bertanya.

“Ya, tetap saja penulis yang hanya menuliskan berdasarkan pengalaman saja akan berbeda dengan penulis yang menuliskannya disertai ilmu atau pengetahuan yang terkait dengan pengalamannya itu.

Acara berjalan komunikatif dan ditutup dengan sesi tanya jawab. Penyampaikan Aa Mumun berakhir pada pukul 11.30.

Acara kultum menyusul itu dan disampaikan oleh ust. Sayuda.