Khalifah Umar bn Khaththab yang dikenal
sebagai sosok yang tegas, tiba-tiba menangis dan merasa sangat terpukul.
Pasalnya berdasarkan informasi dari bawahannya, seekor keledai tergelincir
kakinya dan jatuh ke jurang, akibat dari jalan (di Irak) yang dilewati rusak
dan berlubang.
Melihat kesedihan khalifahnya, salah
seorang bawahannya berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah yang mati hanya
seekor keledai?”
Wajah Umar pun berubah merah dan
berkata, “Apakah engkau sanggup menjawab di hadapan Allah ketika ditanya
tentang apa yang telah engkau lakukan ketika memimpin rakyatmu?”
Dalam redaksi lain, Umar bin Khattab
berkata, “Seandainya
seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat
khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Ta’ala, ‘Mengapa kamu tidak
meratakan jalan untuknya?’”
Begitulah Umar. Dia merasa sedih, karena
seekor keledai mati jatuh ke jurang, lantaran jalan yang dilaluinya rusak
parah. Perasaan sedih muncul, karena tidak dapat melindungi nyawa keledai itu.
Hewan saja diperhatikan hingga sedemikian rupa.
Umar merasa bertanggung jawab atas
peristiwa ini, dirinya terpanggil oleh sebuah peringatan tersirat ini. Ini baru
keledai yang menjadi korban, bagaimana selanjutnya? Siapa lagi yang akan
menjadi korban, jika jalan berlubang tidak kunjung diperbaiki?
Adanya perasaan sedih yang berangkat
dari perasaan bertanggung jawab ini akan memunculkan semangat dan political
will. Semangat agar hal ini tidak terulang kembali. Semangat untuk memperbaiki
agar tidak ada jatuh korban lagi.
Seperti itulah seorang pemimpin. Nyawa
manusia, terlebih lagi nyawa dari rakyatnya sudah seharusnya menjadi perhatian
khusus baginya.
Membaca berita tentang korban tewas dari
tenggelamnya sebuah kapal di sekitar Pulau Carey, Selangor,
Malaysia, hendaknya menjadi perhatian seorang pemimpin. Kapal tenggelam yang
ditumpangi ini membawa para penumpang TKI illegal. Diduga kapal tenggelam
karena kelebihan muatan.
Banyaknya korban tanah longsor, akibat
penggundulan hutan, hendaknya juga menjadi perhatian seorang pemimpin.
Jatuhnya korban akibat banjir, karena
disebabkan tata ruang daerah resapan air dirubah, juga perlu menjadi perhatian
pemimpin.
Warga saling bacok, karena memperebutkan
lahan parkir. Terjadinya peristiwa pencurian kendaraan bermotor yang berujung
pada jatuhnya, korban, pun seharusnya tidak luput dari perhatian pemimpin.
Berbagai bencana yang terjadi, juga
perlu mendapat perhatian pemimpin. Terlebih lagi bila menelan korban.
Perasaan sedih, merasa bersalah dan
merasa bertanggung jawab harus muncul ketika mengetahui adanya korban yang
berjatuhan. Karena inilah tenaga yang mendorong agar seorang pemimpin dapat
mencegah terjadinya korban-korban berjatuhan selanjutnya.
Para penebang liar harus ditindak tegas
dan diberi sanksi hukum seberat-beratnya, sebab bila tidak, tanah longsor akan
terjadi lagi dan korban-korban akan berjatuhan kembali.
Tata ruang kota harus diremajakan
kembali. Daerah-daerah yang sudah ditetapkan menjadi daerah resapan air tidak
boleh dilanggar dan tidak boleh diubah menjadi bangunan. Pelanggar tata ruang
kota perlu ditindak tegas dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Karena bila
membandel, akan kembali jatuh korban.
Membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya,
perlu digalakkan. Sehingga tidak perlu ada nya korban akibat perebutan lahan
parkir. Tidak perlu lagi adanya kasus-kasus pencurian dan perampokan. Tidak
perlu lagi orang desa pergi ke kota, apalagi ke luar negeri, karena di desanya
tersedia luas lapangan pekerjaan.
Sekali lagi perasaan sedih, merasa
bersalah dan merasa bertanggung jawab atas jatuhnya korban itu perlu. Tidak
bisa dianggap remeh. “Ah itu khan cuma satu orang yang tewas.” Sekali lagi
tidak bisa.
Seorang pemimpin sudah sepatutnya mempunyai
political will terhadap nyawa rakyatnya. Mempunyai keinginan dan semangat yang
tinggi untuk menjaga kehidupan dan nyawa rakyatnya.
Karena memelihara satu kehidupan
manusia, sama saja dengan memelihara kehidupan manusia seluruhnya. Sedangkan
mengabaikan nyawa seorang manusia, sama saja dengan mengabaikan nyawa seluruh
manusia.
Allah swt berfirman, “Oleh karena itu
Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa: barang siapa yang membunuh
seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan
karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS
Al-Maidah: 32)
Catatan pesan untuk para calon
pemimpin