Pentingnya Peraturan
30 Juni 2014 pukul 16:40
Bagi teman-teman yang pernah makan di restoran Jepang,
mungkin tahu dengan ALL YOU CAN EAT. Silahkan makan sepuasnya dengan biaya yang
relatif murah. Silahkan pilih makanan sebanyak-banyaknya, sepuas-puasnya, namun
harus habis. Jika tidak habis, maka sisa makanan yang ada, akan dihitung.
Misalnya di salah satu restoran Jepang, kita dapat makan
sepuasnya, dengan beraneka makanan hanya dengan membayar Rp 50.000. Namun jika
tidak habis, maka setiap per-satu makanan/perjenis makanan dihitung Rp 10.000.
Saya pernah membaca pengalaman orang yang makan di restoran
Jepang dengan ketentuan ALL YOU CAN EAT. Mereka berdua makan sampai kekenyangan
dan bersisa 4 potong makanan. Karena tidak ingin terkena ‘denda’, maka mereka
menghabiskan sisa makanan. Walhasil mereka merasa kenyang ‘banget’. “Daripada
terkena denda Rp 40.000.” Begitu ucap mereka.
Dalam salah satu acara Talk Show di sebuah televisi swasta,
terdapat peraturan. Barangsiapa mencela, menghina seseorang atau menjelekkan
seseorang, maka akan dikenakan denda sebesar Rp 5000.
Denda sebesar itu memang kecil. Tapi jika orang itu terbiasa
‘menghina’, maka dia akan banyak pula mengeluarkan Rp 5000 per-hinaan.
Tinggalkan kalikan saja.
Suatu fenomena yang baik. Untuk mencegah orang menjadi rakus
dan mencegah orang berbuat mubadzir, dikenakan denda. Untuk mencegah
membicarakan aib orang lain atau menghinanya, meledeknya dengan ledekan yang
buruk, maka dia juga terkena denda.
Ternyata denda seperti ini cukup ampuh. Seseorang yang tidak
menghabiskan makanan yang tersisa, (karena denda) terpaksa menghabiskannya.
Bagi seorang seleb yang hadir dalam Talk Show itu, mungkin
mengeluarkan Rp 500.000, karena melakukan 100 kali hinaan atau ledekan, nominal
itu tidak berarti. Coba jika hal ini diterapkan pada orang awam. Tentu Rp
500.000 merupakan jumlah yang tidak sedikit dan itu dikeluarkan perhari.
Pentingnya ada peraturan
Peraturan atau ketentuan rumah makan Jepang itu, mungkin
tidak bermaksud untuk mencegah orang menjadi rakus atau mencegah orang berbuat
mubazir. Mungkin. Tapi jika diartikan untuk mencegah orang menjadi rakus atau
mencegah berbuat mubadzir, maka peraturan dan ketentuan itu telah berhasil.
Sebab jika pada hari pertama makan di rumah makan Jepang All
You Can Eat dan tidak habis, maka orang itu akan terkena denda. Dia tidak
menghabiskan makanannya karena merasa sudah kenyang. Pengalaman ini menyadarkan
dirinya bahwa dia tidak boleh rakus.
Pengalaman ini juga menyadarkannya bahwa dia tidak boleh
berbuat mubadzir. Karena tidak menghabiskan makanan, akan terkena denda.
Sehingga pada hari berikutnya, walau dipersilahkan
sepuasnya, dia akan memesan makanan sesuai dengan takaran perutnya.
Sekali lagi ini bukti pentingnya ada peraturan. Karena ada
peraturan di atas, rakus dan berbuat mubadzir dapat dicegah.
‘Denda’ yang diterapkan dalam salah satu acara Talk Show
itu, mungkin dimaksudkan untuk candaan semata. Jika bintang tamunya yang tak
lain adalah para selebritis dikenakan ‘denda’ untuk sekali ucapan ‘celaan’,
‘menghina’ atau membicarakan aib orang lain, maka itu dianggap sebagai candaan
semata. Karena nominal ‘denda’ yang dikenakan tidak bernilai besar.
Tapi coba, jika nilai nominal ‘denda’ yang dikenakan itu
bernilai besar, mungkin para seleb akan jera hadir di acara itu.
Atau coba jika ‘denda’ itu diberlakukan diantara teman-teman
dekat, mungkin diantara kita akan berhati-hati dalam berucap.
Ini juga menunjukkan bahwa adanya peraturan itu penting.
Karena dengan adanya ‘denda’, orang akan jera untuk mencela, menghina atau
membicarakan aib orang lain.
Oleh karenanya paham liberalisme tidak manusiawi, karena
akan menimbulkan kerusakan. Menurut liberalisme, orang bebas berbuat apa saja,
bebas berkata apa saja. Karena menurut mereka itu merupakan Hak Asasi Manusia
(HAM). Bayangkan jika di dunia ini tidak ada peraturan dan orang diberi
kebebasan sebebas-bebasnya dalam berbuat dan berkata?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar